Pahami syarat-syarat batalnya keputusan atau tindakan tata usaha negara menurut UU Administrasi Pemerintahan. Pelajari dasar hukum, bunyi pasal, dan kriteria yang menyebabkan keputusan dinyatakan tidak sah oleh PTUN.
Pengantar
Keputusan dan tindakan tata usaha negara (TUN) adalah bagian penting dari penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat atau badan administrasi negara. Dalam praktiknya, tidak semua keputusan atau tindakan yang diambil oleh pejabat TUN memenuhi syarat hukum. Sebagian bahkan dapat dibatalkan karena mengandung cacat administratif.
Pembatalan keputusan atau tindakan TUN dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh warga negara atau badan hukum yang merasa dirugikan. Agar PTUN dapat membatalkan keputusan tersebut, diperlukan pembuktian adanya cacat kewenangan, prosedur, atau substansi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP).
Artikel ini akan membahas secara rinci syarat batalnya keputusan atau tindakan TUN, disertai dasar hukum dan bunyi pasal yang berlaku.
Pengertian Keputusan dan Tindakan TUN
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU AP, Keputusan Administrasi Pemerintahan adalah:
“Ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.”
Sementara itu, Pasal 1 angka 8 UU AP mendefinisikan Tindakan Administrasi Pemerintahan sebagai:
“Perbuatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.”
Dengan demikian, baik keputusan maupun tindakan pemerintahan dapat menjadi objek gugatan di PTUN, apabila memenuhi syarat formil dan materil sebagai objek sengketa tata usaha negara.
Dasar Hukum Pembatalan Keputusan atau Tindakan TUN
Pembatalan keputusan atau tindakan TUN diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU AP, yang berbunyi:
“Keputusan dapat dibatalkan apabila terdapat cacat:
a. kewenangan;
b. prosedur; dan/atau
c. substansi.”
Ketiga unsur di atas menjadi acuan untuk menentukan sah atau tidaknya suatu keputusan atau tindakan administratif. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai masing-masing syarat tersebut.
1. Cacat Kewenangan
Cacat kewenangan terjadi apabila keputusan atau tindakan diambil oleh pejabat atau badan yang tidak memiliki wewenang menurut hukum.
Bunyi Pasal Terkait:
Pasal 8 ayat (1) UU AP menyatakan:
“Setiap Keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.”
Cacat kewenangan dapat terjadi karena:
- Pejabat tidak memiliki atribusi, delegasi, atau mandat yang sah;
- Tindakan dilakukan di luar wilayah atau waktu kewenangan;
- Terjadi campur aduk kewenangan antar instansi.
2. Cacat Prosedur
Cacat prosedur terjadi apabila dalam pengambilan keputusan atau tindakan, pejabat TUN tidak mengikuti tahapan formal sesuai peraturan perundang-undangan.
Bunyi Pasal Terkait:
Pasal 50 UU AP menyebutkan bahwa:
“Dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Prosedur ini termasuk:
- Proses konsultasi atau verifikasi data;
- Waktu dan tata cara penerbitan;
- Penyampaian keputusan kepada pihak yang berkepentingan.
Jika salah satu tahapan tidak dipenuhi, keputusan dapat dinyatakan tidak sah.
3. Cacat Substansi
Cacat substansi berkaitan dengan isi atau materi keputusan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Bunyi Pasal Terkait:
Pasal 10 ayat (1) UU AP menyatakan bahwa setiap keputusan harus mematuhi AUPB, antara lain:
- Asas kepastian hukum;
- Asas kemanfaatan;
- Asas tidak menyalahgunakan wewenang;
- Asas ketidakberpihakan;
- Asas akuntabilitas;
- Asas keterbukaan;
- Asas kecermatan;
- Asas keadilan.
Isi keputusan yang tidak memuat alasan hukum yang objektif, atau isinya merugikan tanpa dasar hukum yang jelas, dapat dianggap cacat substansi.
Implikasi Hukum Jika KTUN atau Tindakan Dinyatakan Batal
Jika PTUN memutuskan bahwa suatu KTUN atau tindakan administratif mengandung cacat hukum dan memenuhi syarat pembatalan, maka implikasinya adalah:
- Keputusan dinyatakan tidak sah secara hukum;
- Pihak yang dirugikan berhak mendapatkan pemulihan hak;
- Pejabat dapat dikenakan sanksi administratif jika terbukti lalai atau melanggar kewenangan.
Pembatalan ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak terkait, termasuk pejabat yang menerbitkan keputusan tersebut.
Kewenangan PTUN untuk Membatalkan Keputusan atau Tindakan
Kewenangan PTUN untuk mengadili dan membatalkan keputusan administratif diatur dalam:
Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menyatakan:
“Seseorang atau badan hukum perdata dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan apabila merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.”
Putusan pengadilan dapat berbentuk:
- Pembatalan keputusan;
- Perintah kepada pejabat untuk melakukan tindakan administratif tertentu;
- Pemulihan kedudukan hukum penggugat.
Kesimpulan
Keputusan atau tindakan tata usaha negara bisa dibatalkan apabila mengandung cacat kewenangan, cacat prosedur, atau cacat substansi sebagaimana diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan. Pembatalan dilakukan melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai bentuk kontrol terhadap kekuasaan administratif agar tetap dalam koridor hukum.
Pemahaman terhadap syarat batalnya keputusan TUN menjadi penting agar masyarakat dan badan hukum dapat menggunakan hak hukum secara tepat dan efektif.
Konsultasi Sengketa PTUN bersama ILS Law Firm
Apabila Anda menghadapi keputusan atau tindakan tata usaha negara yang merugikan dan ingin mengajukan gugatan ke PTUN, ILS Law Firm siap membantu. Tim kami berpengalaman dalam menangani perkara administrasi negara dan sengketa ke-TUN-an.
Kontak ILS Law Firm:
Telepon / WhatsApp: 0813-9981-4209
Email: info@ilslawfirm.co.id
Website: www.ilslawfirm.co.id
ILS Law Firm, solusi hukum Anda dalam menghadapi sengketa tata usaha negara di Pengadilan TUN.