Pengertian Tanah Verponding
Tanah verponding atau eigendom verponding adalah produk hukum pertanahan di masa pendudukan kolonial Belanda di Indonesia yang menyatakan kepemilikan seseorang atas tanah. Namun setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU 5/1960) hak atas tanah yang berasal dari hak barat harus dikonversi menjadi hak atas tanah menurut ketentuan UU 5/1960.
Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) Pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.”
Sebelum berlakunya UU 5/1960, tanah verponding di Indonesia hanya ditunjukkan dengan bukti pembayaran pajak sehingga hal tersebut sangat rentan menimbulkan sengketa pertanahan pasca diterbitkannya UU 5/1960.
Status Hukum Tanah Verponding Saat Ini
Pasca berlakunya UU 5/1960, tanah verponding dikonversikan menjadi hak milik. Hal itu sesuai dengan Ketentuan-Ketentuan Konversi Pasal I ayat (1) UU 5/1960 yang berbunyi:
“Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.”
Pada masa transisi (kodifikasi) hukum pertanahan Indonesia di tahun 1960, pemerintah Indonesia memberikan kesempatan selama 20 (dua puluh) tahun atau sampai selambat-lambatnya September 1980 untuk melakukan konversi tanah berstatus hukum Belanda menjadi hak kepemilikan sesuai hukum Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut banyak tidak dilakukan oleh rakyat Indonesia sehingga sangat mudah tanah bekas tanah verponding disengketakan karena status hukumnya yang lemah, misalnya terjadi kasus penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain.
Referensi:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
____
Apabila anda ingin konsultasi seputar hukum pertanahan/ properti, anda dapat menghubungi tim ILS Law Firm melalui:
Telepon/ Whatsapp : 0813-9981-4209
Email : info@ilslawfirm.co.id