Pelajari syarat penangkapan yang sah menurut KUHAP. Artikel ini membahas prosedur, dasar hukum, dan perlindungan hak tersangka dalam hukum pidana Indonesia.
Pengantar
Dalam proses penegakan hukum pidana, penangkapan menjadi salah satu tindakan paling krusial yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, khususnya penyidik. Penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana bukan hanya soal tindakan teknis, tetapi harus mematuhi syarat-syarat hukum yang ketat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Salah satu prinsip utama dalam hukum acara pidana adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan pribadi. Oleh karena itu, penangkapan tidak bisa dilakukan sewenang-wenang dan wajib memenuhi ketentuan yang berlaku.
Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai syarat penangkapan menurut KUHAP, termasuk ketentuan formil, materiil, dan perlindungan terhadap tersangka.
Pengertian Penangkapan Menurut KUHAP
Dalam Pasal 1 angka 20 KUHAP, penangkapan didefinisikan sebagai:
“Tindakan penyidik untuk menahan sementara waktu tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan.”
Penangkapan berbeda dengan penahanan. Penangkapan bersifat sementara dan dibatasi oleh waktu tertentu. Setelah itu, penyidik harus menentukan apakah akan melanjutkan ke tahap penahanan atau tidak.
Syarat Penangkapan Menurut KUHAP
Untuk menjamin bahwa penangkapan dilakukan secara sah, KUHAP menetapkan beberapa syarat penting yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Adanya Dugaan Kuat Telah Terjadi Tindak Pidana
Menurut Pasal 17 KUHAP, penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang:
“Diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”
Ini berarti penangkapan tidak boleh dilakukan hanya atas dasar prasangka atau dugaan semata. Harus ada bukti permulaan yang cukup yang dapat mengindikasikan keterlibatan seseorang dalam tindak pidana tertentu.
Contoh bukti permulaan termasuk: laporan polisi, keterangan saksi, petunjuk, atau barang bukti awal.
2. Dilakukan oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu yang Sah
Penangkapan hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang, yaitu:
- Penyidik dari Kepolisian Negara Republik Indonesia,
- Penyidik pembantu yang ditunjuk oleh undang-undang,
- Dalam kasus tertentu, penyidik dari instansi lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan sebagainya.
Jika penangkapan dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang, maka penangkapan tersebut dapat dianggap tidak sah secara hukum.
3. Harus Dilakukan dengan Surat Perintah Penangkapan
Sesuai Pasal 18 ayat (1) KUHAP, penyidik wajib menunjukkan:
“Surat perintah penangkapan yang dikeluarkan secara sah kepada tersangka pada saat penangkapan dilakukan.”
Surat perintah penangkapan setidaknya memuat:
- Identitas tersangka
- Waktu dan tempat penangkapan
- Uraian singkat perkara
- Nama dan pangkat pejabat yang memerintahkan
- Cap dan tanda tangan pejabat berwenang
Pengecualian terhadap syarat surat perintah hanya dimungkinkan dalam kondisi tertangkap tangan sesuai Pasal 18 ayat (3) KUHAP.
4. Penangkapan Tidak Boleh Melebihi 1×24 Jam
Menurut Pasal 19 ayat (1) KUHAP, waktu penangkapan dibatasi selama:
“Paling lama satu hari atau 24 jam.”
Setelah waktu tersebut, penyidik harus:
- Melepaskan tersangka, atau
- Meningkatkan status menjadi tahanan dengan surat perintah penahanan (jika syarat penahanan terpenuhi)
Pembatasan waktu ini dimaksudkan untuk mencegah praktik penyiksaan, intimidasi, atau penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.
5. Adanya Berita Acara Penangkapan
Setelah proses penangkapan selesai, penyidik wajib membuat berita acara penangkapan yang ditandatangani oleh penyidik dan tersangka. Jika tersangka menolak menandatangani, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara.
Berita acara ini penting untuk bukti formil bahwa proses penangkapan dilakukan sesuai prosedur.
Perlindungan Hukum terhadap Orang yang Ditangkap
KUHAP juga menetapkan sejumlah hak tersangka yang wajib dihormati oleh penyidik, antara lain:
Hak untuk Didampingi Pengacara
Dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP, disebutkan bahwa:
“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, maka pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.”
Artinya, tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum, baik secara pribadi maupun ditunjuk oleh negara.
Hak untuk Menghubungi Keluarga
KUHAP juga mengatur bahwa keluarga atau pihak yang berkepentingan harus diberitahu mengenai penangkapan yang terjadi. Hal ini merupakan bentuk transparansi agar proses hukum berjalan dengan jujur dan terbuka.
Hak untuk Tidak Disiksa
Penangkapan tidak boleh disertai dengan penyiksaan fisik atau psikis. Perlakuan tidak manusiawi terhadap tersangka atau terdakwa adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan bertentangan dengan hukum nasional maupun internasional.
Akibat Hukum Jika Penangkapan Tidak Sesuai Syarat
Jika penangkapan dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP, maka tindakan tersebut dapat dinyatakan:
- Tidak sah oleh hakim dalam praperadilan (Pasal 77 KUHAP),
- Menjadi dasar pembatalan seluruh proses hukum lanjutan (dakwaan, penahanan, penuntutan),
- Menimbulkan tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi dari pihak yang dirugikan.
Dalam banyak kasus, hakim praperadilan berwenang menyatakan bahwa suatu penangkapan dan/atau penahanan tidak sah jika melanggar prosedur hukum, meskipun ada dugaan tindak pidana.
Pentingnya Pendampingan Hukum dalam Proses Penangkapan
Mengingat kompleksitas dan dampak dari proses penangkapan terhadap kebebasan seseorang, pendampingan hukum sejak awal sangat penting. Dengan adanya penasihat hukum, hak-hak tersangka dapat lebih dijaga, dan penyalahgunaan wewenang dapat dicegah.
Dasar Hukum Terkait
Berikut adalah dasar hukum utama terkait syarat penangkapan menurut KUHAP:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
- Pasal 1 angka 20 (pengertian penangkapan)
- Pasal 17–19 (syarat dan prosedur penangkapan)
- Pasal 56 (hak untuk didampingi penasihat hukum)
- Pasal 77 (kewenangan praperadilan)
- Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Pasal 4 dan Pasal 33 (hak atas kebebasan dan perlindungan dari penyiksaan)
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Sebagai dasar atas jenis-jenis tindak pidana yang menjadi alasan penangkapan
Konsultasi Hukum dengan ILS Law Firm
Apabila Anda atau keluarga Anda menghadapi proses hukum yang melibatkan penangkapan oleh penyidik, jangan menunda untuk mendapatkan bantuan hukum profesional. Penangkapan yang tidak sah dapat berdampak besar terhadap reputasi, kebebasan, dan keadilan hukum Anda.
ILS Law Firm memiliki pengalaman dalam menangani perkara pidana sejak tahap penyelidikan, penangkapan, hingga pembelaan di pengadilan. Kami siap memberikan konsultasi hukum yang objektif, rahasia, dan mendalam.
Hubungi kami untuk konsultasi:
ILS Law Firm
Telepon / WhatsApp: 0813-9981-4209
Email: info@ilslawfirm.co.id