perjanjian eksklusif

Sanksi Membuat Perjanjian Eksklusif dalam Persaingan Usaha

Picture of Resa IS

Resa IS

Lawyer ILS Law Firm

Pelajari sanksi hukum bagi pelaku usaha yang membuat perjanjian eksklusif dalam persaingan usaha menurut UU No. 5 Tahun 1999. Lindungi bisnis Anda dari pelanggaran persaingan usaha bersama ILS Law Firm.

Apa Itu Perjanjian Eksklusif?

Perjanjian eksklusif adalah perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha yang mengharuskan pihak lain (misalnya distributor, agen, pemasok, atau pelanggan) untuk hanya membeli atau menjual barang atau jasa dari pihak tertentu, dan tidak bekerja sama dengan pesaingnya.

Menurut Pasal 1 angka 10 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian eksklusif didefinisikan sebagai:

“Perjanjian yang melarang atau mempersyaratkan pelaku usaha untuk tidak menjual atau membeli barang dan atau jasa dari pihak pesaing yang merupakan pelaku usaha yang bersangkutan.”

Perjanjian seperti ini dilarang karena dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, mematikan pesaing, menghambat masuknya pelaku usaha baru, dan merugikan konsumen.

Larangan Perjanjian Eksklusif Menurut UU

Pasal 15 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia untuk:
a. tidak menjual atau tidak membeli barang dan/atau jasa sejenis yang merupakan pesaing dari pelaku usaha yang bersangkutan; atau
b. bersedia membeli barang dan/atau jasa tambahan dari pelaku usaha yang bersangkutan.”

Larangan ini bertujuan untuk menjaga agar pasar tetap terbuka, pelaku usaha lain tetap memiliki peluang, dan konsumen tetap memiliki pilihan.

Modus Perjanjian Eksklusif di Lapangan

Berikut adalah bentuk-bentuk perjanjian eksklusif yang sering ditemukan:

1. Distributor Eksklusif

Perusahaan besar menunjuk distributor tunggal untuk wilayah tertentu dan melarang distributor tersebut menjual produk merek lain.

2. Pasokan Eksklusif

Produsen hanya memasok bahan baku ke satu pelanggan besar dan menolak menjual ke perusahaan pesaing.

3. Agen Eksklusif

Agen penjualan diikat kontrak untuk hanya menjual produk dari satu merek, meskipun ada permintaan untuk produk lain di pasar.

4. Bundling atau Tying

Perusahaan mewajibkan pembeli untuk membeli produk tambahan yang tidak dibutuhkan agar bisa membeli produk utama yang diinginkan.

Semua praktik di atas jika dilakukan untuk menyingkirkan pesaing dan menciptakan hambatan pasar dapat dikenakan sanksi hukum.

Sanksi Perjanjian Eksklusif

Menurut Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar, berupa:

  • Perintah untuk menghentikan perjanjian eksklusif.
  • Pembatalan perjanjian.
  • Penetapan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
  • Denda administratif minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 25 miliar.

Selain itu, pihak yang dirugikan juga dapat mengajukan gugatan perdata untuk memperoleh kompensasi.

Selain kerugian finansial, pelaku usaha yang melanggar juga bisa terkena sanksi reputasi. Putusan KPPU bersifat terbuka untuk publik dan akan memengaruhi kepercayaan konsumen, mitra bisnis, serta investor.

Contoh Kasus Fiktif Perjanjian Eksklusif

Kasus:
PT SA adalah produsen minuman ringan terbesar di Indonesia. Mereka menunjuk distributor eksklusif untuk wilayah Jawa Barat dan mensyaratkan distributor tersebut tidak boleh menjual merek lain. Distributor yang mencoba menjual produk pesaing akan diputus kontraknya, bahkan dikenakan penalti.

Akibat perjanjian ini, produsen minuman kecil kesulitan masuk ke pasar Jawa Barat karena tidak ada distributor yang berani menyalurkan produk mereka. Akhirnya, harga minuman di wilayah itu cenderung mahal karena konsumen tidak punya banyak pilihan.

Salah satu pesaing kecil, PT SJ, melapor ke KPPU. Setelah penyelidikan, KPPU memutuskan bahwa PT SA melanggar Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1999.

Hasil Keputusan:

  • KPPU memerintahkan pembatalan perjanjian eksklusif.
  • Menjatuhkan denda Rp 15 miliar kepada PT SA.
  • Memberikan akses bagi produsen kecil untuk bekerja sama dengan distributor di Jawa Barat.

Pembelajaran:
Perjanjian eksklusif yang digunakan untuk menyingkirkan pesaing atau menghambat masuknya pelaku usaha baru adalah pelanggaran hukum yang serius. Pelaku usaha harus berhati-hati dalam menyusun kontrak bisnis.

Cara Menghindari Pelanggaran Perjanjian Eksklusif

Agar perusahaan Anda tidak terjerumus pada pelanggaran hukum persaingan usaha, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  • Tinjau ulang semua perjanjian bisnis untuk memastikan tidak ada klausul yang melanggar hukum persaingan.
  • Jangan memaksa mitra bisnis untuk hanya bekerja sama dengan perusahaan Anda.
  • Jangan buat perjanjian bundling yang tidak wajar atau memaksa konsumen membeli produk tambahan.
  • Selalu konsultasikan draft perjanjian kepada ahli hukum untuk memastikan kepatuhan hukum.
  • Edukasi tim legal dan manajemen tentang larangan-larangan dalam UU No. 5 Tahun 1999.

Peran Pengacara dalam Persaingan Usaha

Pengacara dapat membantu Anda menangani masalah persaingan usaha, termasuk:

  • Pendampingan di KPPU: Membela perusahaan yang diperiksa atau dilaporkan melanggar aturan persaingan usaha.
  • Gugatan ganti rugi: Membantu pihak yang dirugikan oleh perjanjian eksklusif untuk mengajukan gugatan.

Konsultasikan Masalah Anda dengan ILS Law Firm

Jika Anda menghadapi tuduhan membuat perjanjian eksklusif atau justru menjadi korban perjanjian seperti ini, jangan ragu untuk segera menghubungi ILS Law Firm.

📞 Telepon / WhatsApp: 0813-9981-4209
📧 Email: info@ilslawfirm.co.id

Tim kami siap membantu Anda menganalisis masalah, menyusun strategi hukum, dan melindungi bisnis Anda dari risiko sanksi maupun kerugian reputasi. Hubungi kami sekarang juga untuk konsultasi profesional!

Publikasi dan Artikel

ILS Law Firm menyediakan tulisan-tulisan sebagai sarana edukasi dan panduan penyelesaian permasalahan terbaik dengan tingkat obyektifitas setinggi mungkin.