ketenagakerjaan 2

Prosedur PHK Karyawan Tetap

Picture of Syukrian Rahmatul'ula, SH

Syukrian Rahmatul'ula, SH

Lawyer ILS Law Firm

Pelajari prosedur PHK karyawan tetap sesuai dengan hukum ketenagakerjaan Indonesia. Panduan lengkap untuk memahami hak dan kewajiban dalam proses pemutusan hubungan kerja.

Pengantar

Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan tetap di Indonesia diatur secara ketat dalam peraturan perundang-undangan untuk melindungi hak-hak pekerja dan memastikan proses yang adil bagi kedua belah pihak. Artikel ini membahas secara rinci prosedur PHK karyawan tetap sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pengertian PHK dan Karyawan Tetap

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Karyawan tetap, atau pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), adalah pekerja yang dipekerjakan untuk jangka waktu tidak tertentu. Status ini memberikan perlindungan hukum yang lebih stabil dibandingkan dengan pekerja kontrak.

Alasan Sah PHK Karyawan Tetap

PHK terhadap karyawan tetap hanya dapat dilakukan dengan alasan yang sah, antara lain:

  • Perusahaan melakukan efisiensi karena perubahan struktur atau keadaan perusahaan.
  • Perusahaan tutup karena kerugian secara terus-menerus selama dua tahun atau karena keadaan memaksa (force majeure).
  • Pekerja melakukan pelanggaran berat terhadap perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
  • Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri.
  • Pekerja mencapai usia pensiun.
  • Pekerja meninggal dunia.

Alasan-alasan tersebut diatur dalam Pasal 154A Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Prosedur PHK Karyawan Tetap

Prosedur PHK karyawan tetap harus mengikuti tahapan-tahapan berikut:

  1. Pemberitahuan Tertulis Pengusaha wajib memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada pekerja dan/atau serikat pekerja yang ada di perusahaan paling lambat 14 hari sebelum tanggal PHK yang direncanakan.
  2. Perundingan Bipartit Jika terjadi perselisihan mengenai keputusan PHK, pengusaha dan pekerja dapat melakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama. Perundingan ini dikenal sebagai perundingan bipartit.
  3. Pelaporan ke Dinas Ketenagakerjaan Jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, maka masalah tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat untuk difasilitasi mediasi antara pengusaha dan pekerja.
  4. Mediasi Hukum Apabila mediasi tidak berhasil, salah satu atau kedua belah pihak dapat mengajukan kasus PHK tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan keputusan yang mengikat secara hukum.
  5. Perjanjian Bersama Jika tahap musyawarah di tingkat bipartit berhasil mencapai kesepakatan, maka hasilnya harus dituangkan dalam perjanjian bersama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial setempat.
  6. Pemberian Uang Pesangon Tahap terakhir adalah pemberian uang pesangon sebagai kompensasi PHK. Jumlah uang pesangon harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan diberikan pada waktu yang telah ditetapkan.

Kompensasi PHK

Karyawan yang terkena PHK berhak mendapatkan kompensasi yang terdiri dari:

  • Uang Pesangon: Besaran uang pesangon tergantung pada masa kerja karyawan, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
  • Uang Penghargaan Masa Kerja: Diberikan berdasarkan lama masa kerja karyawan.
  • Uang Penggantian Hak: Meliputi sisa cuti tahunan yang belum diambil, biaya penggantian perumahan, serta hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja dan peraturan perusahaan.

Ketentuan mengenai kompensasi ini diatur dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Larangan PHK

Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan:

  • Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
  • Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
  • Pekerja menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
  • Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan.
  • Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh.

Larangan-larangan ini diatur dalam Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Konsultasi Hukum ILS Law Firm

Jika Anda membutuhkan bantuan dalam memahami prosedur PHK karyawan tetap atau memiliki pertanyaan seputar hukum ketenagakerjaan, Anda dapat menghubungi ILS Law Firm melalui:

Publikasi dan Artikel

ILS Law Firm menyediakan tulisan-tulisan sebagai sarana edukasi dan panduan penyelesaian permasalahan terbaik dengan tingkat obyektifitas setinggi mungkin.

Terbaru