Pelajari kriteria orang yang dapat ditempatkan di bawah pengampuan menurut KUHPerdata. Pahami syarat, prosedur, dan implikasi hukumnya dalam sistem hukum Indonesia.
Pengantar
Dalam sistem hukum perdata Indonesia, pengampuan adalah mekanisme hukum yang bertujuan untuk melindungi individu yang dianggap tidak cakap secara hukum dalam melakukan tindakan hukum tertentu. Pengampuan ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan berlaku bagi orang dewasa yang karena kondisi tertentu tidak mampu mengurus kepentingannya sendiri. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai kriteria orang yang dapat ditempatkan di bawah pengampuan, dasar hukum, serta prosedur yang harus ditempuh.
Pengertian Pengampuan
Pengampuan adalah suatu keadaan di mana seseorang yang telah dewasa dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum karena kondisi tertentu, sehingga diperlukan seorang pengampu untuk mewakilinya dalam urusan hukum. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan disebut sebagai “terampu” atau “curandus”, sedangkan orang yang ditunjuk untuk mewakilinya disebut “pengampu” atau “curator”.
Dasar Hukum Pengampuan
Pengaturan mengenai pengampuan terdapat dalam Bab XVII Pasal 433 hingga Pasal 462 KUHPerdata. Pasal 433 KUHPerdata menyatakan:
“Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila, atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.”
Selain itu, Pasal 434 KUHPerdata mengatur mengenai pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pengampuan.
Kriteria Orang yang Dapat Ditempatkan di Bawah Pengampuan
Berdasarkan ketentuan dalam KUHPerdata, seseorang dapat ditempatkan di bawah pengampuan jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Orang Dewasa
Pengampuan hanya berlaku bagi orang yang telah dewasa, yaitu berusia 21 tahun ke atas atau telah menikah. Anak-anak yang belum dewasa secara hukum berada di bawah perwalian atau kekuasaan orang tua, sehingga tidak memerlukan pengampuan.
2. Keadaan Dungu, Gila, atau Mata Gelap
Seseorang yang selalu berada dalam keadaan dungu (keterbelakangan mental), gila (gangguan jiwa berat), atau mata gelap (hilang kendali akibat emosi yang tidak terkontrol) dapat ditempatkan di bawah pengampuan. Kondisi ini membuat individu tersebut tidak mampu mengambil keputusan yang rasional dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal yang berkaitan dengan hukum atau keuangan.
3. Keborosan
Seseorang yang dinilai boros dalam menggunakan atau mengelola harta kekayaannya, sehingga membahayakan kesejahteraannya sendiri atau keluarganya, juga dapat ditempatkan di bawah pengampuan. Hal ini dilakukan untuk mencegah individu tersebut merugikan dirinya sendiri maupun pihak lain akibat perilaku finansial yang tidak terkendali.
4. Lemah Daya atau Lemah Jasmani
Seseorang yang karena lemah daya pikir atau lemah jasmani tidak sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk di luar batas atau mengganggu keamanan, dapat ditempatkan di bawah pengampuan.
Pihak yang Berhak Mengajukan Permohonan Pengampuan
Menurut Pasal 434 KUHPerdata, pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pengampuan adalah:
- Keluarga Sedarah: Berhak mengajukan permohonan pengampuan atas dasar keadaan dungu, gila, atau mata gelap.
- Keluarga Sedarah dalam Garis Lurus dan Garis Samping hingga Derajat Keempat: Berhak mengajukan permohonan pengampuan atas dasar keborosan.
- Individu Sendiri: Seseorang yang merasa tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri karena lemah akal pikirannya dapat mengajukan permohonan pengampuan bagi dirinya sendiri.
Prosedur Pengajuan Permohonan Pengampuan
Prosedur pengajuan permohonan pengampuan meliputi langkah-langkah berikut:
- Pengajuan Permohonan: Permohonan diajukan kepada Pengadilan Negeri di wilayah tempat tinggal orang yang dimintakan pengampuan.
- Pemeriksaan oleh Pengadilan: Pengadilan akan memeriksa permohonan dengan mendengarkan pihak-pihak terkait dan memeriksa kondisi orang yang dimintakan pengampuan.
- Penetapan Pengadilan: Jika pengadilan memutuskan bahwa orang tersebut memenuhi kriteria untuk ditempatkan di bawah pengampuan, maka akan dikeluarkan penetapan pengadilan yang menyatakan hal tersebut.
- Pengangkatan Pengampu: Pengadilan akan mengangkat seorang pengampu untuk mewakili terampu dalam melakukan perbuatan hukum.
- Pemberitahuan kepada Balai Harta Peninggalan: Penetapan pengampuan harus segera diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan sebagai pengampu pengawas.
Akibat Hukum dari Penetapan Pengampuan
Penetapan pengampuan memiliki akibat hukum sebagai berikut:
- Ketidakcakapan Hukum: Terampu dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dan harus diwakili oleh pengampu.
- Pengawasan oleh Balai Harta Peninggalan: Balai Harta Peninggalan bertindak sebagai pengampu pengawas yang mengawasi tindakan pengampu dalam mengelola harta dan kepentingan terampu.
- Batasan dalam Melakukan Perbuatan Hukum: Terampu tidak dapat melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa persetujuan pengampu, kecuali dalam hal-hal yang diperbolehkan oleh hukum.
Penutup
Pengampuan merupakan mekanisme hukum yang bertujuan untuk melindungi individu yang tidak cakap secara hukum dalam melakukan tindakan hukum tertentu. Dengan memahami kriteria, prosedur, dan akibat hukum dari penetapan pengampuan, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam menghadapi situasi yang melibatkan individu dengan kondisi khusus yang memerlukan perlindungan hukum.
Konsultasi Hukum ILS Law Firm
Jika Anda memerlukan bantuan atau konsultasi hukum terkait pengampuan atau permasalahan hukum lainnya, ILS Law Firm siap membantu Anda. Kami memiliki pengalaman dalam menangani berbagai kasus hukum, termasuk hukum kesehatan.
Kontak Kami:
- WhatsApp: 0813-9981-4209
- Email: info@ilslawfirm.co.id
Jangan ragu untuk menghubungi kami untuk konsultasi hukum lebih lanjut.