kasus wanprestasi jadi pidana ?

Kasus Wanprestasi Bisa Jadi Pidana?

Resa IS

Resa IS

Lawyer ILS Law Firm
Pertanyaan :

Apakah kasus wanprestasi dapat jadi pidana seperti penipuan atau penggelapan ?

Dalam hubungan hukum perdata, wanprestasi sering kali menjadi sumber perselisihan antara para pihak yang terikat dalam perjanjian. Wanprestasi atau kegagalan untuk memenuhi kewajiban sesuai perjanjian, umumnya ditangani melalui jalur perdata. Namun, ada kalanya pihak yang merasa dirugikan mempertanyakan apakah tindakan wanprestasi bisa dibawa ke ranah pidana, terutama jika dianggap ada unsur niat buruk berupa penipuan di dalamnya. Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab agar masyarakat memahami tentang kapan sebuah kasus wanprestasi dapat dianggap sebagai pidana, serta batasan-batasan hukumnya sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.

Wanprestasi Dalam Hukum Perdata

Konsep wanprestasi merupakan domain dalam hukum perdata (privat). Wanprestasi secara umum dapat diartikan sebagai kondisi di mana salah satu pihak dalam sebuah perjanjian tidak memenuhi kewajibannya, baik sebagian atau keseluruhan, atau melaksanakannya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Jika merujuk pada Pasal 1238 KUH Perdata, wanprestasi dapat terjadi ketika seseorang lalai memenuhi kewajibannya setelah mendapatkan teguran atau somasi untuk memenuhinya dalam jangka waktu tertentu.

Dalam konteks hukum perdata, akibat hukum dari wanprestasi adalah pihak yang dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi, pembatalan perjanjian, atau pemenuhan kewajiban sesuai perjanjian. Fokus utama di sini adalah pemulihan atau kompensasi untuk mengembalikan kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan yaitu kreditur.

Wanprestasi Dalam Perspektif Hukum Pidana

Tindakan wanprestasi yang diatur dalam Pasal 1238-1267 KUHPerdata lebih fokus pada tanggung jawab kontraktual. Artinya, wanprestasi hanya terjadi dalam konteks hubungan hukum yang diatur oleh perjanjian antara dua pihak atau lebih. Hubungan ini mengikat para pihak dalam batasan-batasan yang telah disepakati bersama dan sah secara hukum. Suatu hubungan hukum yang diawali dengan kontraktual tidak selalu berujung perbuatan wanprestasi, akan tetapi wanprestasi dapat berubah menjadi suatu tundak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) atau penggelapan (Pasal 372 KUHP) apabila suatu kontrak yang ditutup sebelumnya terdapat adanya tipu muslihat, keadaan palsu dan rangkaian kata bohong dari pelaku yang dapat menimbulkan kerugian pada orang lain atau korban yang dilakukan penuh dengan itikat buruk/tidak baik, hal ini merupakan penipuan yang merupakan domain hukum pidana.

Yurisprudensi Mahakamah Agung No. 4/Yur/Pid/2018 : “para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk/tidak baik.”

Dengan demikian, suatu perkara yang diawali dengan adanya hubungan keperdataan, seperti perjanjian, dan perbuatan yang menyebabkan perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan terjadi setelah perjanjian tersebut dibuat, maka perkara tersebut adalah perkara perdata dan bukan perkara pidana. Namun demikian tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan. Apabila perjanjian tersebut dibuat dengan didasari itikad buruk dan/atau niat jahat untuk merugikan orang lain, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi, melainkan tindak pidana penipuan. Pandangan tersebut dapat ditemukan dan diperkuat dalam beberapa putusan seperti dalam Putusan No. 598K/Pid/2016 (Ati Else Samalo), Putusan No. 1357 K/Pid/2015 (Hein Noubert Kaunang), Putusan No. 1316 K/Pid/2016 (Linda Wakary), dll.

Wanprestasi Dapat Jadi Pidana?

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa wanprestasi pada dasarnya adalah masalah perdata yang terjadi ketika salah satu pihak dalam perjanjian gagal memenuhi kewajibannya, dan biasanya diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, untuk dapat menilai apakah suatu wanprestasi termasuk sebagai penipuan atau murni hanya masalah keperdataan harus dilihat apakah perjanjian tersebut didasari atas itikad buruk/tidak baik untuk memperdaya dengan tipu muslihat atau tidak.

Perbedaan ini penting untuk dipahami, agar masyarakat tidak lantas membawa sengketa perdata ke jalur pidana tanpa dasar yang jelas. Penegak hukum juga perlu selektif dalam memilah kasus perdata dari pidana untuk memastikan penyelesaian yang adil dan proporsional. Pemahaman yang tepat akan membantu menghindari penyalahgunaan hukum pidana untuk kasus perdata, menjaga agar hukum berfungsi sesuai dengan tujuan dan asas-asasnya.

Editor : Aldoni Sabta Ramdani, S.H.

_____

Apabila anda ingin konsultasi dengan pengacara terkait kasus wanprestasi (perdata) dan kasus penipuan/ penggelapan (pidana), anda dapat menghubungi tim ILS Law Firm melalui:

 

 

 

Publikasi dan Artikel

ILS Law Firm menyediakan tulisan-tulisan sebagai sarana edukasi dan panduan penyelesaian permasalahan terbaik dengan tingkat obyektifitas setinggi mungkin.

Terbaru