Bedah plastik rekonstruksi dan estetika hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Medis yang mempunyai keahlian dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 137 ayat (1) UU 17/2023 tentang Kesehatan. Dalam hal dokter melakukan setiap tindakan khususnya bedah plastik perlu dilakukan adanya pengaturan kontrak/persetujuan (informed consent).
Jika Doker Lakukan Tindakan Merugikan Pasien
Dalam dunia kedokteran, terdapat beberapa jenis pertanggungjawaban dokter yang timbul atas tindakan medis yang dilakukan meliputi:
- Tanggung jawab etik
- Tanggung jawab disiplin
- Tanggung jawab hukum
Tanggung jawab hukum dokter yang melakukan praktik bedah plastik terbagi menjadi 2 jenis yaitu secara perdata dan pidana.
1. Tanggung jawab hukum Perdata
Terbagi menjadi 2 jenis yaitu atas tindakan pelanggaran kontrak atau perjanjian atau persetujuan dan perbuatan melawan hukum. Pertama, dalam hal pelanggaran kontrak yang menyebabkan kerugian pasien, dapat melakukan gugatan wanprestasi atas pemberian pelayanan media yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Menurut R. Subekti, hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian berupa:
- tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
- melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan tetapi terlambat melaksanakannya .
- melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
- Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Menurut Pasal 1239 KUHPerdata berbunyi “Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.”
Kedua, pasien dapat meminta pertanggungjawaban hukum perdata berupa pengajuan ganti rugi atas dasar gugatan perbuatan melawan hukum kepada dokter yang menimbulkan kerugian materiil dibuktikan dengan adanya kerusakan akibat langsung dari perbuatannya. Pasal 1365 KUHPerdata “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”. Dalam pasal tersebut diartikan bahwa seorang dokter dapat dimintai pertanggung jawaban apabila terjadi kesalahan pada saat melakukan bedah plastik yang menyebabkan pasien cacat atau meninggal dunia.
2. Tanggung jawab hukum Pidana
Bedah plastik hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki keahlian dan kewenangan. Menurut Pasal 439 UU 17/2023 menyatakan bahwa “Setiap orang yang bukan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan melakukan praktik sebagai Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah memiliki SIP dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Adapun jika dalam hal dokter melakukan kesalahan atau kealpaan dapat dimintai pertanggung jawaban pidana oleh pasien dengan sesuai dengan ketentuan Pasal 440 UU 17/2023 yang berbunyi:
- Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kealpaan yang mengakibatkan Pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
- Jika kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dengan demikian, jika pasien merasa bahwa telah terjadi kerugian sepihak atau kerugian yang dialami karena dokter melakukan malpraktik, maka pasien berhak untuk meminta pertanggungjawaban hukum baik secara perdata melalui gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, maupun secara pidana dengan pemberian sanksi pidana.
_____
Apabila anda ingin konsultasi seputar hukum kesehatan, anda dapat menghubungi tim ILS Law Firm melalui:
Telepon/ Whatsapp : 0813-9981-4209
Email : info@ilslawfirm.co.id