perjanjian waralaba

Cara Membuat Perjanjian Franchise atau Waralaba

Emir Dhia Isad, SH

Emir Dhia Isad, SH

Konsultan Hukum ILS Law Firm

Bagaimana cara membuat perjanjian franchise atau waralaba secara hukum ? cara membuat perjanjian franchise atau waralaba adalah dengan memperhatikan peraturan hukum di bidang waralaba seperti Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Perkembangan dunia digital saat ini membuat bisnis frachise atau waralaba sangat banyak dan popular di Indonesia. Namun, masih banyak pihak yang kurang paham dalam membuat dan mengurus legalitasnya, terutama dalam pembuatan perjanjian kerjasama dengan pihak penerima waralaba.

ILS Law Firm sebagai kantor hukum dan pengacara yang banyak membuat perjanjian, akan memberikan gambaran seputar tata cara pembutan perjanjian franchise atau waralaba.

Apa itu Perjanjian Franchise

Perjanjian Franchise atau waralaba adalah adalah perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dengan Penerima Waralaba Lanjutan.

Bisnis Franchise Wajib Memiliki STWP

Setiap bisnis franchise atau waraba wajib memiliki STWP (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba)

STWP adalah  adalah bukti pendaftaran Prospektus Penawaran Waralaba bagi Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan serta bukti pendaftaran Perjanjian Waralaba bagi Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan yang diberikan setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan berdasarkan hukum.

Cara Membuat Perjanjian Franchise atau Waralaba 

Membuat perjanjian franchise atau waralaba setidaknya memperhatikan ketentuan dan membuat klausul-klausul yang diatur dalam Lampiran II Permendag No.71 Tahun 2019, yaitu :

  1. Nama dan alamat para pihak dalam bisnis franchise;
  2. Jenis Hak Kekayaan Intelektual, yaitu HAKI Pemberi Waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain gerai/tempat usaha, sistem manajemen atau pemasaran atau racikan bumbu masakan yang diwaralabakan.
  3. Kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan,contoh : perdagangan eceran/ritel atau pendidikan atau restoran;
  4. Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dan Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan, yaitu meliputi:
    • Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan
      • hak untuk menerima fee atau royalty dari Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; dan
      • kewajiban untuk memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan.
    • Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan
      • hak untuk menggunakan Hak Kekayaan Intelektual atau Ciri Khas Usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba; dan
      • kewajiban untuk menjaga kode etik/kerahasiaan Hak Kekayaan Intelektual atau Ciri Khas Usaha yang diberikan Pemberi Waralaba.
  5. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan;
  6. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan;
  7. Jangka Waktu Perjanjian Waralaba, yaitu batasan mulai dan berakhir Perjanjian Waralaba terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani;
  8. Tata cara pembayaran imbalan, yaitu tata cara atau ketentuan, termasuk waktu dan cara perhitungan besarnya imbalan, seperti fee atau royalty;
  9. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
  10. Mekanisme Penyelesaian sengketa;
  11. Tata cara perpanjangan dan pengakhiran Perjanjian Waralaba;
  12. Jaminan dari Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan;
  13. Jumlah gerai/tempat usaha yang akan dikelola oleh Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan dalam jangka waktu Perjanjian Waralaba.

_____

Apabila anda ingin berkonsultasi jasa pembuatan surat perjanjian franchise atau waralaba, maka dapat menghubungi tim ILS law Firm, yaitu:

Telepon/ Whatsapp : 0813-9981-4209

Email : info@ilslawfirm.co.id

Publikasi dan Artikel

ILS Law Firm menyediakan tulisan-tulisan sebagai sarana edukasi dan panduan penyelesaian permasalahan terbaik dengan tingkat obyektifitas setinggi mungkin.