Pengertian APHT
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adalah dokumen otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai bukti dari perjanjian hak tanggungan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur atas jaminan atas utang tertentu. APHT merupakan syarat administratif untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan guna memperoleh Sertipikat Hak Tanggungan (SHT), sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (UU Hak Tanggungan).
Apakah APHT Dapat Dibatalkan atau Batal Demi Hukum?
APHT dapat dibatalkan apabila terdapat cacat hukum dalam proses pembuatannya, seperti adanya unsur paksaan, kekhilafan, atau penipuan dalam pemberian hak tanggungan. Misalnya, jika APHT dibuat tanpa persetujuan dari pemilik sah tanah atau jika persetujuan tersebut dibuat dengan memalsukan tanda tangan pada dokumen dan pemilik yang sah tidak mengetahuinya, maka APHT tersebut dapat digugat untuk dibatalkan oleh pengadilan.
Namun, agar APHT dinyatakan batal demi hukum, harus terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak terpenuhinya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Contohnya:
- Objek Hak Tanggungan ternyata bukan merupakan hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan (seperti tanah ulayat atau tanah wakaf).
- APHT dibuat atas dasar perjanjian kredit yang sudah dinyatakan batal demi hukum terlebih dahulu oleh pengadilan.
Dalam hal pengadilan menyatakan APHT batal demi hukum, maka APHT dianggap tidak pernah ada dan tidak memiliki kekuatan mengikat.
Akibat Hukum APHT Batal Demi Hukum
Ketika pengadilan memutuskan APHT batal demi hukum, maka beberapa akibat hukumnya yaitu:
- Sertipikat Hak Tanggungan (SHT) yang diterbitkan berdasarkan APHT menjadi tidak berlaku.
- Hak kreditur untuk mengeksekusi jaminan menjadi gugur, sehingga tidak dapat melakukan lelang eksekusi terhadap objek hak tanggungan.
- Kreditur wajib mengembalikan sertipikat tanah kepada pemiliknya, karena sudah tidak memiliki dasar hukum untuk menahan sertipikat tersebut.
- Debitur tidak lagi terikat dalam skema jaminan hak tanggungan, namun tetap bertanggung jawab atas utang pokoknya, kecuali perjanjian utang piutang juga dinyatakan batal atau ada kesepakatan lain terkait jaminan pada utang pokok tersebut.
Langkah Hukum Bila Pihak Bank Tidak Mengembalikan Sertipikat Setelah APHT Batal Demi Hukum
Jika bank tidak mengembalikan sertipikat tanah meskipun APHT telah dinyatakan batal demi hukum, debitur dapat mengambil langkah hukum sebagai berikut:
- Mengajukan somasi (teguran hukum) kepada bank, meminta pengembalian sertipikat dalam jangka waktu tertentu.
- Mengajukan permohonan eksekusi putusan pengadilan ke Pengadilan Negeri untuk memaksa bank mengembalikan sertipikat tanah.
- Mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap bank berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata jika terjadi kerugian akibat tindakan bank yang menahan sertifikat secara tidak sah.
- Melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas dan regulator perbankan jika pihak bank terbukti bertindak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau telah merugikan hak konsumen.
Kesimpulan
APHT dapat dinyatakan batal demi hukum apabila terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau ketentuan objektif dalam syarat sah perjanjian. Jika APHT batal demi hukum, maka hak tanggungan yang diberikan menjadi tidak sah, dan bank wajib mengembalikan sertipikat tanah kepada debitur. Jika bank menolak mengembalikan sertipikat, debitur memiliki beberapa langkah hukum yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kembali haknya. Oleh karena itu, pemilik tanah yang terlibat dalam perjanjian hak tanggungan harus memahami hak dan kewajibannya guna menghindari potensi sengketa di kemudian hari.
_____
Apabila anda ingin konsultasi seputar APHT Batal Demi Hukum, anda dapat menghubungi tim ILS Law Firm melalui:
Telepon/ Whatsapp : 0813-9981-4209
Email : info@ilslawfirm.co.id