Jalankan usaha fintech tanpa izin bisa berujung pidana berat sesuai UU PPSK, UU OJK, KUHP, dan UU Perlindungan Konsumen. Baca sanksi dan contoh kasusnya di sini!
Pengantar: Pesatnya Fintech dan Tantangan Hukum di Indonesia
Financial technology atau fintech menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. Mulai dari pinjaman online, dompet digital, layanan investasi, hingga asuransi digital, fintech kini memudahkan kehidupan masyarakat. Namun, pesatnya pertumbuhan ini juga memunculkan masalah besar: banyak pelaku usaha yang beroperasi tanpa izin resmi.
Tanpa izin, usaha fintech bukan hanya melanggar aturan administratif, tapi juga dapat dikenai sanksi pidana berat. Apalagi sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), regulasi makin diperketat.
Artikel ini akan mengulas risiko hukum, sanksi pidana, bunyi pasal-pasal penting, serta contoh kasus fiktif agar masyarakat dan pelaku usaha lebih waspada.
Dasar Hukum Pengaturan Fintech di Indonesia
Beberapa undang-undang penting yang mengatur fintech di Indonesia antara lain:
- UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK)
- UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK)
- UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
- Peraturan Bank Indonesia (untuk fintech pembayaran)
Semua fintech, baik P2P lending, payment gateway, hingga insurtech, wajib mengajukan izin usaha. Izin ini dikeluarkan OJK, BI, atau Bappebti (untuk aset kripto), tergantung jenis layanan.
Bahaya Menjalankan Fintech Tanpa Izin
Mengoperasikan fintech tanpa izin memiliki risiko besar:
- Tidak ada perlindungan hukum bagi konsumen
- Penyalahgunaan data pribadi
- Bunga dan biaya yang tidak wajar
- Penagihan kasar yang melanggar hukum
- Pelaku usaha bisa dipidana penjara dan denda miliaran hingga triliunan rupiah
Masyarakat juga harus waspada terhadap fintech ilegal karena risikonya lebih besar dibanding fintech berizin.
Sanksi Pidana Menjalankan Fintech Tanpa Izin
Berikut sanksi pidana dan bunyi pasal dari empat undang-undang penting:
1. UU PPSK
Pasal 315 UU PPSK
“Setiap orang yang tanpa izin melakukan kegiatan usaha, kegiatan usaha tertentu, atau menggunakan izin usaha, izin usaha tertentu, atau izin perorangan di sektor jasa keuangan yang dikeluarkan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).”
UU PPSK adalah aturan terbaru yang memperberat sanksi untuk fintech ilegal.
2. UU OJK
Pasal 56 UU OJK
“Setiap orang yang tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang diwajibkan untuk memperoleh izin Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”
Pasal ini tetap berlaku, tetapi akan disesuaikan dengan ketentuan UU PPSK yang lebih baru.
3. KUHP
Pasal 378 KUHP (penipuan)
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang ataupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Jika fintech ilegal menipu konsumen, pelaku bisa dijerat pasal ini.
4. UU Perlindungan Konsumen
Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Jika fintech melanggar hak-hak konsumen, pasal ini bisa dikenakan.
Contoh Kasus Fiktif: Pinjaman Online Ilegal “Dompet Aman”
Bayangkan ada seorang pengusaha bernama Budi yang membuat aplikasi pinjaman online bernama “Dompet Aman.” Aplikasi ini menawarkan pinjaman cepat tanpa jaminan, dengan bunga rendah. Namun ternyata, Budi tidak memiliki izin OJK.
Dalam praktiknya, aplikasi ini:
- Menarik bunga hingga 2% per hari
- Mengakses seluruh kontak di ponsel peminjam
- Mengirim ancaman saat penagihan
- Tidak memiliki layanan pengaduan resmi
Setelah menerima ratusan aduan, OJK melaporkan Budi ke polisi. Budi kemudian dijerat:
- Pasal 315 UU PPSK: Penjara 10 tahun, denda Rp1 triliun
- Pasal 56 UU OJK: Penjara 10 tahun, denda Rp200 miliar
- Pasal 378 KUHP: Penjara 4 tahun karena penipuan
- Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen: Penjara 5 tahun, denda Rp2 miliar
Selain dipenjara, aset Budi disita untuk ganti rugi konsumen, dan aplikasi “Dompet Aman” diblokir oleh Kominfo.
Tips Agar Usaha Fintech Anda Legal
Untuk menghindari sanksi, berikut langkah penting bagi pelaku fintech:
- Ajukan izin sesuai ketentuan OJK, BI, atau Bappebti
- Lengkapi persyaratan modal minimum dan teknologi
- Terapkan perlindungan data pribadi yang baik
- Sediakan layanan konsumen dan pengaduan
- Laporkan kegiatan operasional secara berkala ke regulator
Masyarakat juga harus selalu memeriksa legalitas fintech melalui situs resmi OJK (cekfintech.id) sebelum menggunakan layanannya.
Penutup: Lindungi Konsumen dan Bisnis Anda
Menjalankan usaha fintech tanpa izin adalah pelanggaran serius yang berisiko pidana berat. Dengan mematuhi peraturan, Anda tidak hanya melindungi bisnis, tapi juga konsumen. Bagi masyarakat, gunakan hanya layanan fintech yang sudah resmi terdaftar agar terhindar dari risiko kerugian finansial dan perlakuan tidak adil.
Konsultasi Hukum ILS Law Firm
Anda memiliki pertanyaan seputar izin fintech, masalah hukum fintech, atau sedang menghadapi masalah konsumen?
Hubungi ILS Law Firm untuk konsultasi hukum terpercaya!
Kontak ILS Law Firm:
📞 0813-9981-4209
📧 info@ilslawfirm.co.id