PHK perusahaan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Aturannya

Picture of Resa IS

Resa IS

Lawyer ILS Law Firm

Pelajari aturan lengkap pemutusan hubungan kerja (PHK) menurut UU Cipta Kerja dan PP 35/2021. Ketahui prosedur, hak pekerja, dan larangan PHK yang wajib diikuti pengusaha.

Pengantar

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah langkah hukum yang diambil oleh perusahaan untuk mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan. Namun, melakukan PHK tidak bisa sembarangan. Pengusaha wajib mengikuti ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021 untuk mencegah PHK batal demi hukum dan menghindari sengketa industrial.

Artikel ini membahas secara lengkap dasar hukum, prosedur, larangan, serta hak-hak karyawan yang harus diperhatikan dalam proses PHK.

Alasan PHK yang Dibolehkan Menurut Hukum

Menurut Pasal 36 PP No. 35 Tahun 2021 dan UU Cipta Kerja, PHK dapat dilakukan dalam kondisi berikut:

  1. Perusahaan merger, akuisisi, atau pemisahan, dan pekerja atau pengusaha tidak melanjutkan hubungan kerja.
  2. Efisiensi perusahaan, baik dengan atau tanpa penutupan usaha karena kerugian.
  3. Penutupan perusahaan akibat kerugian terus-menerus selama dua tahun.
  4. Penutupan perusahaan karena keadaan memaksa (force majeure).
  5. Perusahaan dalam kondisi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
  6. Perusahaan dinyatakan pailit.
  7. Permohonan PHK oleh pekerja karena tindakan pengusaha yang melanggar hukum, seperti:
    • Menganiaya, menghina, atau mengancam pekerja.
    • Tidak membayar upah selama tiga bulan berturut-turut.
    • Melanggar perjanjian kerja.
  8. Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri dengan memenuhi syarat formal.
  9. Pekerja mangkir selama lima hari kerja berturut-turut tanpa keterangan sah.
  10. Pekerja melakukan pelanggaran berat yang diatur dalam perjanjian kerja.
  11. Pekerja ditahan oleh pihak berwajib selama lebih dari enam bulan.
  12. Pekerja sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja setelah 12 bulan.
  13. Pekerja memasuki usia pensiun.
  14. Pekerja meninggal dunia.

Larangan Melakukan PHK

Dalam Pasal 153 UU Cipta Kerja, pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan:

  • Pekerja sakit dengan surat keterangan dokter selama kurang dari 12 bulan.
  • Pekerja memenuhi kewajiban terhadap negara.
  • Pekerja menjalankan ibadah sesuai agamanya.
  • Pekerja menikah.
  • Pekerja hamil, melahirkan, mengalami keguguran, atau menyusui.
  • Pekerja memiliki hubungan keluarga dengan pekerja lain di perusahaan.
  • Pekerja aktif mendirikan atau bergabung dengan serikat pekerja.

Melanggar ketentuan ini dapat menyebabkan PHK dinyatakan batal demi hukum, dan pengusaha dapat dikenai sanksi hukum.

Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

Untuk melakukan PHK yang sah, perusahaan harus mengikuti prosedur berikut:

1. Pemberitahuan PHK kepada Karyawan

Pengusaha wajib memberikan surat pemberitahuan secara tertulis kepada karyawan. Surat ini harus berisi:

  • Alasan PHK,
  • Tanggal berakhirnya hubungan kerja,
  • Hak-hak karyawan yang akan diberikan.

Pemberitahuan harus diberikan minimal 14 hari kerja sebelum PHK dilaksanakan.

2. Pelaporan PHK ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker)

PHK juga wajib dilaporkan ke Disnaker setempat.
Pelaporan ini penting untuk tujuan verifikasi dan sebagai bukti bahwa prosedur PHK dilakukan sesuai aturan hukum.

3. Pembayaran Hak-Hak Karyawan

Pengusaha wajib membayar semua hak karyawan yang di-PHK, meliputi:

a. Uang Pesangon

Kompensasi finansial yang dihitung berdasarkan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 40 PP 35/2021.

b. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)

Diberikan kepada pekerja dengan masa kerja tiga tahun atau lebih.

c. Uang Penggantian Hak

Meliputi hak-hak seperti:

  • Sisa cuti tahunan,
  • Biaya pulang untuk pekerja dan keluarganya,
  • Hak-hak lain sesuai perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.

Jika Karyawan Menolak PHK

Apabila karyawan menolak PHK yang dilakukan pengusaha, maka proses penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui:

  • Bipartit: Negosiasi langsung antara pengusaha dan karyawan.
  • Tripartit: Mediasi atau konsiliasi di Dinas Ketenagakerjaan.
  • Pengadilan Hubungan Industrial (PHI): Jika negosiasi dan mediasi gagal.

Di pengadilan, hakim akan memeriksa apakah PHK sah secara hukum atau tidak. Jika PHK tidak sah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali karyawan dan membayar hak-haknya.


Konsultasikan Permasalahan PHK Anda Bersama ILS Law Firm

Apakah Anda sedang menghadapi persoalan pemutusan hubungan kerja?
Atau ingin memastikan PHK yang dilakukan sesuai ketentuan hukum?

ILS Law Firm siap membantu Anda.
Kami berpengalaman dalam menangani sengketa hubungan industrial, penyusunan prosedur PHK, hingga pendampingan di Pengadilan Hubungan Industrial.

📞 Telepon / WhatsApp: 0813-9981-4209
📧 Email: info@ilslawfirm.co.id

Lindungi hak Anda dalam hubungan kerja. Hubungi ILS Law Firm hari ini!

Publikasi dan Artikel

ILS Law Firm menyediakan tulisan-tulisan sebagai sarana edukasi dan panduan penyelesaian permasalahan terbaik dengan tingkat obyektifitas setinggi mungkin.

Terbaru